Kurikulum Sebagai ’Kendaraan’

SENIN, 14 Juli 2014, kalender akademik pendidikan telah menetapkan sebagai awal dari tahun pelajaran baru jenjang pendidikan dasar dan menengah, tahun momentum dimana Kurikulum 2013 mulai diimplementasikan, secara menyeluruh bertahap. Artinya diimplementasikan disemua sekolah (SD, SMP, SMA, dan SMK), bertahap hanya di kelas 1-2,4,5 SD, 7-8 SMP, dan 10-11 SMA/SMK.

Setahun sudah implementasi Kurikulum 2013 dilakukan. Jika sebelumnya dilakukan secara bertahap, tahun pelajaran ini dilakukan menyeluruh bertahap. Apa maknanya? Kini tidak ada lagi pengecualian bagi sekolah di kelas-kelas itu untuk tidak menerapkan Kurikulum 2013.

Tulisan berikut ingin menegaskan kembali, betapa penting dan strategisnya Kurikulum 2013 didalam menyiapkan generasi mendatang, disamping adanya perubahan-perubahan fundamental seiring dengan diterapkannya Kurikulum 2013. 

Enam Perubahan  
Sedikitnya ada enam perubahan yang dapat dilakukan bersamaan dengan penerapan Kurikulum 2013.

Pertama, terkait dengan penataan sistem perbukuan. Lazim berlaku selama ini, buku ditentukan oleh penerbit, baik menyangkut isi maupun harga, sehingga beban berat dipikul peserta didik dan orang tua. Menyangkut isi, karena keterbatasan wawasan dan kepekaan para penulis, kegaduhan terhadap isi buku pun sering terjadi.

Kini pada Kurikulum 2013, buku wajib, baik untuk peserta didik maupun guru disiapkan Pemerintah (dicetak oleh para penyedia yang ditentukan melalui proses lelang di LKPP), sehingga isi dapat dikendalikan dan kualitas lebih baik, sedang harga bisa ditekan lebih wajar (public awareness).

Dalam model perbukuan seperti inilah maka efisiensi nasional lebih dari 70% terjadi penurunan terhadap harga buku wajib, disisi lain terjaminnya terhadap capaian minimal peserta didik yang diharapkan, sementara guru dapat mempersiapkan diri dalam kegiatan proses belajar-mengajar lebih mudah, termasuk pelatihan bisa lebih terarah, sedang orang tua dapat melakukan penghematan pendanaan sekolah bagi anaknya. 

Dimana peran penerbit dan percetakan? Karena Pemerintah hanya menyediakan buku pegangan wajib, maka peran penerbit ada pada penyediaan buku-buku pengayaan. Sementara percetakan, sebagai penyedia yang ikut dalam lelang terbuka sebagai percetakan penyedia untuk melayani daerah-daerah yang telah ditentukan. Pada semester satu ini, ada 31 penyedia yang telah ditentukan untuk mencetak sebanyak 245 juta lebih eksemplar buku jenjang SD, SMP, SMA dan SMK.

Buku wajib yang disiapkan Pemerintah berbasis aktivitas untuk semua jenjang sekolah, terutama untuk jenjang SD, dimana tiap pembahasan menggunakan pendekatan kontekstual (idealnya transdisipliner), agar bisa mengajak peserta didik untuk mencari tahu berdasarkan konteks pembahasannya, dimana tiap pembahasan mencakup tiga ranah kompetensi: pengetahuan, keterampilan, sikap, dan tiap bab/tema memuat satu atau lebih projek untuk dikerjakan dan disajikan (baca: dikomunikasikan) siswa.

Kedua, penataan Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) di dalam penyiapan dan pengadaan guru. Kurikulum 2013 dengan pendekatan tematik-terpadu di tingkat SD, dan pengintegrasian mata pelajaran IPA maupun IPS dalam satu platform di SMP, serta adanya kontribusi tiap mata pelajaran terhadap sikap peserta didik, maka LPTK pun “wajib” hukumnya melakukan reorientasi atau penataan, agar guru yang dihasilkan, sesuai dengan tuntutan pada Kurikulum 2013. 

Selama ini, kerap terjadi, jalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi, sehingga banyak lulusan LPTK yang tidak terserap dengan kebutuhan sekolah atau banyak guru yang mengampu mata pelajaran tidak sesuai dengan apa yang ditekuninya di bangku kuliah.

Ketiga, penataan terhadap pola pelatihan guru. Pengalaman pada pelaksanaan pelatihan instruktur nasional dan guru sasaran untuk implementasi Kurikulum 2013, misalnya, banyak pendekatan pelatihan yang harus disesuaikan, baik menyangkut materi pelatihan maupun modelnya.

Momentum Kurikulum 2013 adalah hal yang tepat untuk melakukan penataan terhadap pola pelatihan guru termasuk penjenjangan terhadap karir guru dan kepangkatannya, serta kesejahteraan.

Pemerintah sekarang telah merintis pengembangan guru dengan model pendekatan “segitiga sama sisi”. Alasnya adalah peningkatan kapasitas dan profesionalitas guru, sisi kanannya pengukuran dan peningkatan kinerja; dan sisi satunya, peningkatan karier dan kesejahteraan. Sebagai sebuah “bangunan” segitiga, maka tidak ada pilihan lain untuk dijalankan dalam satu kesatuan utuh.

Keempat, memperkuat budaya sekolah melalui pengintegrasian kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstra kurikuler, serta penguatan peran guru bimbingan dan konseling (BK). Kurikulum 2013, yang menekankan pada pendekatan capaian kompetensi peserta didik didalamnya mensyaratkan pengintegrasian tiga ranah pendidikan antara kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstra kurikuler. Selama ini, ketiganya berjalan terpisah, padahal semestinya utuh dalam satu kesatuan.

Terhadap guru BK, karena penjurusan di jenjang SMA sudah tidak ada lagi, diganti dengan peminatan yang dimulai sejak kelas X, maka peran guru BK (terutama di SMP) menjadi sangat penting dalam hal memberikan wawasan terhadap peminatan yang harus dipilih peserta didik.

Pramuka menjadi bagian kegiatan ekstra kuriukuler wajib disetiap jenjang. Ini perubahan kelima terkait dengan memperkuat NKRI. Melalui kegiatan ekstra kurikuler kepramukaanlah, peserta didik diharapkan mendapat porsi tambahan pendidikan karakter, baik menyangkut nilai-nilai kebangsaan, keagamaan, toleransi dan lainnya.

Keenam, ini juga masih terkait dengan hal kelima, memperkuat intergrasi pengetahuan-bahasa-budaya. Pada Kurikulum 2013, peran bahasa Indonesia menjadi dominan, yaitu sebagai saluran mengantarkan kandungan materi dari semua sumber komptensi kepada peserta didik, sehingga bahasa berkedudukan sebagai penghela mata pelajaran-mata pelajaran lain. Kandungan materi mata pelajaran lain dijadikan sebagai konteks dalam penggunaan jenis teks yang sesuai dalam pelajaran Bahasa Indonesia, dengan cara ini, maka pembelajaran Bahasa Indonesia termasuk kebudayaan, dapat dibuat menjadi kontekstual, sesuatu yang hilang pada model pembelajaran Bahasa Indonesia saat ini.

Membangun Masyarakat
Keenam perubahan ikutan itulah kiranya jawaban yang pas terhadap pertanyaan, kenapa Pemerintah seolah berkejaran dengan waktu didalam mengimplementasikan Kurikulum 2013.

Bangsa ini, dengan segala kekiniannya, membutuhkan “kendaraan” Kurikulum 2013 untuk menata berbagai aspek melalui sektor pendidikan. Karena begitu pentingnya Kurikulum 2013, maka kurikulum ini sesungguhnya bukan kurikulum program Kementerian, tapi kurikulum yang menjadi program Pemerintah. Kurikulum yang bukan hanya untuk menyiapkan dan membangun secara personal peserta didik dalam tiga aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan, melainkan kurikulum yang disiapkan untuk membangun masyarakat dan membangun peradaban, sehingga menjadi bangsa yang efektif didalam menghindari tiga penyakit sosial; kemiskinan, ketidaktahuan, dan keterbelakangan peradaban.

Itu sebabnya, Kurikulum 2013 juga menekankan betapa pentingnya penerapan pendidikan karakter, dalam kerangka membentuk insan yang bermartabat dan berwibawa.

Kondisi aktual berkait dengan kekerasan seksual terhadap anak usia sekolah dan kenakalan remaja, serta maraknya praktik ketidakjujuran, telah mendorong Kurikulum 2013 untuk memberikan perhatian lebih terhadap pendidikan karakter dan mata pelajaran agama dan budi pekerti.

Karena tiap mata pelajaran memberikan kontribusi terhadap sikap, pemgetahuan dan keterampilan, maka pendidikan karakter dan mata pelajaran agama dan budi pekerti bukan menjadi tanggungjawab guru pengampu mata pelajaran itu, tapi tanggungjawab bersama. Artinya, pendidikan karakter dan mata pelajaran agama dan budi pekerti, tidak hanya diajarkan secara normatif, melainkan lebih ke fungsional dan implementatif.

Fakta-fakta inilah yang harus dijadikan momentum perubahan dalam implementasi Kurikulum 2013. Pada titik inilah Kurikulum 2013 sebagai “kendaraan” menemukan pembenar.

Dalam hal pembelajaran temati-terpadu di tingkat SD, untuk menyebutkan sekadar contoh, begitu amat penting, karena  hasil penelitian menunjukkan, bahwa anak melihat dunia sebagai suatu keutuhan yang terhubung, bukannya penggalan-penggalan lepas dan terpisah.

Itu sebabnya mata pelejaran-mata pelejaran (mapel) sekolah dasar dengan definisi kompetensi berbeda menghasilkan banyak keluaran yang sama. Ke depan keterkaitan satu sama lain antar mapel-mapel SD akan menyebabkan keterpaduan konten pada berbagai mapel, dan ke depannya lagi, siswa akan terbiasa  mengaitkan antar mapel untuk meningkatkan hasil pembelajaran siswa, sebagai modal membangun masyarakat. Semoga!


Sumber: Kemdikbud

Artikel Terkait



  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar

    Next previous home