SALAT TARAWIHNYA BERAPA RAKAAT?

Catatan Ramadhan 2015 Hari Ke-2

Pertanyaan "Salat tarawihnya berapa rakaat?", di tempat saya, Kecamatan Paninggaran di kawasan pegunungan Selatan Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah, bobotnya tidak sama dengan "Anak sampeyan sudah berapa?", atau "Istrinya orang mana?", atau bahkan "Wis rabi durung?", (yang berarti "Sudah menikah belum?" kalau pertanyaan tersebut diajukan oleh rekan-rekan guru yang berasal dari wilayah Klaten, Blora, Demak, dan sekitarnya; dan berarti "Sudah melakukan hubungan suami istri belum?" kalau diajukan oleh orang-orang kelahiran asli Paninggaran dengan kandungan lokal 100%. Lebih detil bisa dibaca di artikel Perlukah Iklan Memahami Bahasa Lokal?).

Jawaban atas pertanyaan itu, efeknya tidak akan seremeh temeh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan lain, misalnya "Siapa saja calon Bupati Pekalongan pada Pemilihan 9 Desember 2015 nanti?", atau "Kemarin nonton Preman Pensiun 2 ndak?", atau bahkan "Tadi malam listrik nyala lagi jam berapa?" (kebetulan menjelang salat tarawih di 2 malam pertama Ramadhan, berturut-turut listriknya mati).

Jawaban atas pertanyaan itu ada 2: 20 (dua puluh) atau 8 (delapan). Masing-masing jawaban memiliki makna terkait konotasi warna: 20 mewakili jawaban untuk komunitas nahdhiliyin (warga Nahdhatul Ulama) berkode NU, yang sering disimbolkan dengan warna hijau, sedangkan 8 mewakili jawaban untuk komunitas Muhammadiyah, yang disimbolkan dengan warna biru, dan di kalangan masyarakat luas berkode MD (eM De). Simbol warna itu, kemungkinan besar, populer karena warna dominan pada masing-masing logo kedua organisasi keagamaan tersebut.

Artinya, bila jawaban atas pertanyaan "Salat tarawihnya berapa rakaat?" tadi adalah 20, maka Anda akan dianggap masuk atau bagian dari komunitas NU sedangkan apabila jawabannya adalah 8 rakaat, Anda akan dianggap sebagai bagian dari komunitas Muhammadiyah. Selama tiga tahun bersekolah di MTs Paninggaran, doktrin tersebut saya terima secara berkelanjutan. Tentu tanpa saya bertanya: "Mengapa?" karena keluarga saya, saudara saya, kerabat saya, teman saya, tetangga saya, tetangganya saudara saya, saudaranya tetangga saya, tetangganya teman saya, dan ...... hampir semua orang di lingkungan saya waktu itu, Salat Tarawih di masjid yang sama, dan seingat saya juga dengan jumlah rakaat yang sama: 20. Oh ya, saya hampir lupa: bapak saya aktivis NU, ibu saya anggota Muslimat, kakak perempuan saya sering mengenakan seragam Fatayat, kakak laki-laki saya juga akrab dengan para pengurus Ansor. Muslimat, Fatayat, dan Ansor adalah badan otonom, atau lebih populer disebut banom, dari organisasi NU. Ya, saya lahir dan dibesarkan di lingkungan NU.

Setelah lulus MTs, ternyata nasib membawa saya ke sebuah sekolah menengah kejuruan di kawasan Kota Pekalongan dimana papan namanya bertuliskan "STM Muhammadiyah". Di sekolah itu pulalah saya tahu, bahwa ternyata, jumlah rakaat Salat Tarawih bukan cuma 20, tetapi ada juga 8. Dan banyak hal baru yang saya tahu tentang ibadah, niat salat, dan hal lainnya.

3 tahun kemudian, selulus STM, yang waktu itu berganti nama menjadi SMK, saya kembali ke kampung halaman, kembali ke komunitas saya. Salat di masjid yang sama dengan banyak makmum yang sama: dengan membaca Qunut pada Salat Subuh, dengan 20 rakaat Salat Tarawih, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya, yang juga saya lakoni sewaktu di STM.

Semua terlihat dan terasa normal. Tak ada yang menyolok. Tak ada yang aneh. Tak ada yang berubah.

Sampai akhirnya.......

Atas panggilan jiwa, saya mengajar di sebuah madrasah ibtidaiyah, yang mesti saya tuju dengan naik kendaraan umum. Pulang pergi Rp 1.000 sampai di pintu masuk gang, dan selebihnya berjalan sekitar 1 km. Per bulan saya memperoleh Rp 40.000. Bila per bulan 25 hari kerja, uang tersebut sisa Rp 15.000. Alhamdulillah, saya jalani dengan semangat membara. Dengan suka cita. Sampai saya terima sebuah surat pemberhentian dengan hormat. Mengapa? Di surat tersebut tertulis beberapa sebab teknis. Tapi setelah melalui perjalanan berliku, saya tahu jawaban tunggalnya: karena STM saya adalah STM Muhammadiyah.

Menikah dan kemudian memutuskan untuk melanjutkan kuliah di program studi D2 PAI di STAIN Pekalongan, mengantarkan saya pada posisi baru: guru di almamater saya: MTs Paninggaran. Di puncak kenikmatan saya sebagai guru, sekitar medio Mei 2004, saat usia kandungan istri sekitar 2 bulan, tanpa angin tanpa hujan, saya menerima keputusan untuk "istirahat sementara tanpa batas waktu" dari Ketua Yayasan, secara lisan. Tanpa penjelasan yang memadai dan tanpa pernah tahu kesalahan yang saya lakukan, waktu itu saya benar-benar terjatuh dari ketinggian dan terhempas ke relung bumi yang paling dalam. Sampai saya sulit bangun dan tegak kembali di atas kaki saya yang benar-benar goyah, dengan luka yang berdarah-darah dan air mati yang tak kunjung kering.

Sungguh, sampai hari ini, saya tak pernah tahu pasti, sebab dan kesalahan saya yang sesungguhnya. Selembar surat pemberhentian yang saya pinta, agar jelas tertera di redaksi kalimatnya, tak pernah saya terima.

Setahun kemudian, Allah tunjukkan jalan yang nyata bahwa DIA-lah sang Maha Sutradara. Liku dan kepahitan yang saya jalani, ternyata untuk menuju titik finis yang telah IA siapkan. 

Bertahun-tahun kemudian, baru saya tahu, satu-satunya alasan semua itu adalah karena saya bersekolah di STM Muhammadiyah. Baru saya tahu, meski Salat Tarawih saya selulus STM waktu itu tetap 20 rakaat, itu tak berarti apa-apa. Baru saya tahu, darah hijau nahdhiyin yang mengalir di tubuh saya, tak bermakna apa-apa lagi. 

Dan akhirnya baru saya sadari, keputusan meneruskan sekolah ke STM Muhammadiyah Kota Pekalongan, ternyata keputusan paling bersejarah dalam hidup saya. Karena, dari titik itulah banyak hal bermula. Dari sanalah perjalanan panjang dan berliku dimulai. Meskipun bertahun-tahun kemudian, setelah saya lulus STM, jumlah rakaat Salat Tarawih saya tetap 20, seiring waktu berjalan, saya sadari sesungguhnya bahwa saya berada di dunia nyata. Benar-benar nyata. Welcome to the Real World!

Salam Ramadhan!

Artikel Terkait



  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar

    Next previous home