MBUNDHEL....... (Episode 1)


Jam dua kurang sedikit. Gerai makanan cepat saji itu terlihat lengang kala Wandi dan istrinya, Diana, datang untuk makan siang.
Satu-satunya pengunjung adalah seorang pria di sudut ruangan, duduk menghadap ke arah jalan sehingga dari pintu masuk hanya terlihat punggungnya.
Mereka memilih duduk dua meja di belakang pria tersebut. Sama-sama menghadap ke arah jalan.

Tak lama kemudian, pesanan mereka datang. Dua porsi makanan plus dua minuman dingin.
Tanpa dikomando, mereka segera menyantap makanan tersebut karena cacing-cacing di perut sudah sangat menderita.
Sesekali mereka berbincang santai. Pelan. Sampai pria tersebut terlihat mengangkat HP-nya dan menelpon. Dari tempat duduk mereka suaranya terdengar sangat jelas
* Halo sayang? Sudah makan? **.....
* O gitu? Takut naik lagi yg BB-nya? **.....
* Ah enggak. Postur kamu tuh sudah pas banget. Nambah dikit nggak papa kok **.....
* He...he..... Jangan ngambek dong. Ntar ilang cantiknya. **.....
Diana melirik suaminya sambil tersenyum tipis. Wandi balas tersenyum
* Nanti pulanganya aku jemput ya? **.....
* Bisa..... Untuk kamu apa sih yang nggak bisa? **.....
* Ah pekerjaan kantor mah urusan kecil. Kamu lebih penting... **.....
Diana melirik suaminya lagi. Kali ini disertai dengan injakan ringan ujung kaki kanannya di kaki kiri Wandi. Wandi meneguk minumannya.
* Apa? Bunga? Bunga minggu kemarin kan masih segar. **.....
* Iya deh iya. Cuma bunga. Nanti aku bawakan sekarung. **.....
* Ada deh. Nanti aku kasih surprise. Pokoknya kamu pasti suka. **.....
* Beneeeerrrr. Kapan sih aku bohong. Kamu pasti akan kaget tingkat dewa dan lalu bilang terima kasih banyaaaaak banget. **.....
Diana menginjakkan lagi kakinya Kali ini tak terasa ringan lagi bagi Wandi.
* Kan ulang tahunnya masih bulan depan. Kalau sekarang nggak surprise lagi dong. **.....
* He....he..... Oke deh cantik. Eh, suaranya kok kadang ilang sih? **.....
* Apa? Sudah pingin ganti lagi? HP yang itu baru beberapa minggu, ‘kan? **.....
* He...he..... Iya deh iya. Nanti aku belikan yang kamera depannya 35 MP biar kamu kelihatan makin kinclong. **.....
Diana menggeser kursi. Merapat. Dan berbisik lirih: “Jangan cuma didengarkan ya?”.
Wandi menghela napas panjang. Sejak kapan ya makanan di tempat ini membuat kerongkongan gatal dan badan gerah?
* Jangan kuatir. Pasti. Iya, janji. Yang penting kamu heppy. **.....
* Oke...oke..... Apa? O....SPA yang di ruko itu ya? Yang minggu kemarin kamu kesana ya? **.....
* Siap...siap.... Biar kamu makin cantik, makin hot. **.....
Pria itu tergelak. Terbahak-bahak sampai bahunya terguncang.
Wandi melirik istrinya yang tampak sedang mengetik sms. Wah makin buyar saja nih makan siang kali ini. Sudah suasana jadi gerah begini, istriku malah asyik sama hp-nya, keluh Wandi di hati.
Pria itu kelihatan makin asyik dengan lawan bicaranya.
Tak lama, HP-nya bergetar tanda ada sms masuk. Wandi acuh saja. Dia lanjut makan. Berturut-turut getar itu terdengar lagi. Dua kali. Wah jangan-jangan pesan penting, pikir Wandi. Diambilnya HP dan dibukanya. Sms dari istrinya.
“Tuh kan.....istri mana yg ndak seneng kalo dimanja spt itu. Bukan cuma romantis”

“Tp jg superduper perhatian.”
Wandi menelan ludah. Dua kali, meski yang terasa lebih dari sekedar getir. Dia ingin membalas sms tapi bingung juga, mau menjawab apa? Bisa-bisa tambah runyam suasana.
Akhirnya HP itu diletakkannya di samping gelas. Dan dia mencoba menikmati lagi makan siangnya meski sudah tak terasa enak lagi.
* Oh ya, Beb, akhir tahun jadi ya? **.....
* Belum pasti? Wah sayang kalau diskon tiketnya nggak kepake. **.....
* Diskon hotelnya juga besar lho, Beb..... **.....
Wandi beranjak bangun. Sepertinya dia butuh ke kamar mandi. Tapi suara getar HP mengurungkannya. Dia duduk lagi sembari membuka HP. Diana sms lagi: “Liburan? Tiket? Hmmmmm......?”
Wandi menoleh ke istrinya, yang terlihat masih asyik dengan HP-nya. Dia yakin kalau saat itu Diana tahu kalau dia sedang menatapnya. Wandi mengulurkan tangan untuk menyentuh bahu istrinya......
Raungan nada instrumental menjerit nyaring. Pria itu berdiri dan merogoh sakunya. HP-nya menyalak.
* Halo, Beb. Sebentar ya, ada telepon dari kantor, nih. Siapa tahu penting. Oke, nanti aku hubungi lagi ya?
* Iya, iya. Jangan kuatir. Mmmmmuahhhhh.....
Pria itu mengganti HP-nya. Ditekannya Hp yang masih menjerit untuk memulai percakapan.
* Halo, Ma. Iya, masih di kantor, kerjaan numpuk nih...... **.....
Hampir serempak, Diana dan Wandi saling berpandangan.
* Belum tahu nanti jam berapa. Mungkin agak malam. Si BOS pinginnya materi rapat besok clear malam ini. **.....
* Iya, nanti kalau dah mau pulang Papa sms. Iya..... **.....
* Iya..... Jangan kuatir. Kalau sudah selesai Papa langsung pulang. **.....
* Oke, dah Mamah. **.....
Wandi menyeringai. Bibirnya membentuk senyum lebar.
Ditatapnya Diana yang masih memegang HP-nya. Tapi Wandi tahu, Diana tak sedang menulis SMS atau membaca WA. Wandi mengambil HP dan menulis sms: “Gimana, msh ingin suamimu ini spt pria itu, yg superduper romantis dg bunga sekarung n tiket liburan ke negeri atas awan?”
Wandi menulis lagi: “Gimana istriku sayang?”
Diana membaca sms dan menoleh ke arahnya.
Wandi pura-pura tak tahu dan menulis lagi: “Gimana? Jawab, dong! Aq kan butuh kepastian”
"Aduh!!!" Wandi menjerit saat tangan Diana mencubit perutnya sampai pria di depannya itu menoleh ke arahnya. Mata mereka beradu pandang beberapa detik sebelum pria itu kembali ke posisi semula.
Sembari mengelus-elus perutnya yang kena cubit, Wandi seperti ingat sesuatu. Dia seperti pernah mengenal, atau setidaknya pernah melihat wajah pria tersebut. Tapi di mana? Dan kapan?

(Bersambung)

Artikel Terkait



  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar

    Next previous home