ALHAMDULILLAH, BLOG SDN TANGGERAN TELAH BER-ISSN

ISSN (International Standard of Serial Number) merupakan tanda pengenal unik setiap terbitan berkala yang berlaku global. ISSN diterbitkan oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pemantauan atas seluruh publikasi terbitan berkala yang diterbitkan di Indonesia.

ISSN diberikan oleh ISDS (International Serial Data System) yang berkedudukan di Paris, Perancis. ISSN diadopsi sebagai implementasi ISO-3297 di tahun 1975 oleh Subkomite no. 9 dari Komite Teknik no. 46 dari ISO (TC 46/SC 9). ISDS mendelegasikan pemberian ISSN baik secara regional maupun nasional. Untuk regional Asia dipusatkan di Thai National Library, Bangkok, Thailand. PDII LIPI merupakan satu-satunya ISSN National Centre untuk Indonesia.

  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • SURAT EDARAN DIREKTUR PENDIDIKAN MADRASAH KEMENAG RI NO DT.I.I/HM.01/42/2012

    Tertanggal 16 Januari 2012, Direktur Pendidikan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia merilis Surat Edaran bernomor DT.I.I/HM.01/42/2012 Perihal Edaran Penetapan dan Pemberlakukan Permendiknas Nomor 30 Tahun 2011.

    Melalui surat edaran tersebut, selain memberlakukan Permendiknas Nomor 30 Tahun 2011, Keputusan Dirjend Pendis No Dj.I/DT.I.I/158/2010 tentang Pedoman Teknis Perhitungan Beban Kerja Guru Raudlatul Athfal dan Madrasah yang ditetapkan pada tanggal 30 maret 2010 dinyatakan sudah tidak berlaku terhitung mulai tanggal 16 Januari 2012.

    Surat edaran selengkapnya bisa diunduh DI SINI sedangkan Keputusan Dirjend Pendis No Dj.I/DT.I.I/158/2010 dapat diunduh DI SINI.


    (Silahkan klik pada link yang tersedia, yang akan membuka halaman adf. Selanjutnya, klik tulisan SKIP AD di sudut kanan atas untuk langsung mengunduh)
  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • GILIRAN ANDA, GURU SD YOGYAKARTA!

    Yup, kali ini tantangan untuk Anda, guru SD di Provinsi D.I. Yogyakarta. Berlabel Lomba Guru Berprestasi Dalam Pengembangan Alat Peraga Pembelajaran Pada Jenjang Sekolah Dasar (SD) Se-Provinsi D.I. Yogyakarta, LPMP Yogyakarta menantang guru-guru SD di propinsi tersebut untuk mengembangkan alat peraga pembelajaran.

    Berikut kutipan pengumumannya:

    *****************

    Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan berhasil-tidaknya sebuah kegiatan pembelajaran serta tercapai-tidaknya tujuan pendidikan. Maka merupakan sebuah keputusan yang sangat tepat ketika program sertifikasi guru yang dicanangkan oleh pemerintah menuntut profesionalisme guru yang meliputi empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Dengan empat kompetensi ini, seorang guru diyakini akan mampu menjadi seorang pendidik profesional yang dapat mengantarkan peserta didiknya untuk menjalani kehidupan di era global yang semakin berat.

    Di antara kompetensi yang harus terus-menerus dikembangkan oleh guru, sebagai konsekuensi dari tuntutan profesionalisme serta amanah dari peran strategisnya, adalah kompetensi pedagogik yang antara lain menuntut guru untuk menguasai pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, serta pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Dengan tuntutan ini, mau tidak mau setiap guru harus menguasai dan terus-menerus mengembangkan metode pembelajaran yang lebih efektif sehingga mampu mengantarkan siswa menuju pencapaian kompetensi yang diharapkan. Dari sini menjadi jelas mengapa sebuah metode menjadi sangat penting.

    Oleh karena itu, relevan kiranya mengutip kembali perkataan Confusius yang pernah disampaikannya sekitar lima abad sebelum masehi: “Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya lakukan, saya paham.” Tiga kalimat bernas ini menggambarkan betapa metode belajar sangat berpengaruh terhadap hasil belajar; bahwa belajar aktif itu jauh lebih efektif dairpada belajar pasif. Ungkapan itu kemudian dimodifikasi oleh Mel Silberman (2001) menjadi apa yang disebutnya sebagai strategi “pembelajaran aktif” (active learning). Konsep pembelajaran aktif, yang dalam perkembangannya di Indonesia kemudian dikenal juga dengan istilah PAIKEM (pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan) ini, harus diakui, bukan sesuatu yang mudah. Dibutuhkan sebuah komitmen yang kuat untuk mewujudkannya di kelas-kelas, dan diperlukan sebuah kesadaran tinggi dari setiap individu guru bahwa metode memegang peran yang strategis dalam pencapaian suatu hasil belajar.

    Dalam kaitan itulah kegiatan “Lomba Guru Berprestasi dalam Pengembangan Alat Peraga Pembelajaran pada Jenjang Sekolah Dasar” ini diselenggarakan. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi titik tolak bagi sebuah upaya besar yang bermuara pada revolusi cara belajar dan mengajar. Fokus utama kegiatan ini adalah peningkatan mutu, kreativitas, inovasi, dan kompetensi guru-guru pada sekolah dasar. Adapun targetnya adalah munculnya ide-ide kreatif dalam pembelajaran, khususnya yang diwujudkan dalam bentuk alat peraga pembelajaran. Pengembangan alat peraga pembelajaran menjadi target kegiatan ini mengingat bahwa alat peraga memegang peranan penting dalam mengajar, yaitu sebagai alat bantu untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif (Nana Sudjana, 2002: 99). Dengan alat peraga, efektivitas pembelajaran menjadi lebih mungkin dicapai karena alat peraga berfungsi untuk memvisualisasikan sesuatu yang sulit atau tidak dapat dilihat menjadi tampak jelas, sehingga meningkatkan pemahaman dan persepsi pembelajar (Soelarko, 1995: 6).

    Kegiatan ini difokuskan pada jenjang pendidikan sekolah dasar mengingat bahwa pada jenjang ini, siswa masih memiliki kecenderungan yang tinggi untuk bermain, dan kecenderungan inilah yang perlu didukung dengan metode-metode dan media-media pembelajaran yang menarik.

    *****************

    Silahkan unduh pengumumun tersebut dalam format file PDF DI SINI sementara ketentuan lomba dapat diunduh DI SINI. Oh ya, Alat Peraga Pembelajaran dan Formulir Pendaftaran dapat diunduh DI SINI dan DI SINI.

    (Silahkan klik pada link yang tersedia, yang akan membuka halaman adf. Selanjutnya, klik tulisan SKIP AD di sudut kanan atas untuk langsung mengunduh. Dokumen berformat pdf memerlukan pdf reader untuk membukanya. Bila membutuhkan, silahkan unduh Adobe Reader langsung dari situsnya DI SINI).

    Semoga bermanfaat. Salam kreatif!


  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • KALA MURID MEMBENCI GURUNYA

    Pagi tadi (8/2) kala memeriksa email dan komentar blog seperti yang biasa saya lakukan sebelum berangkat ke sekolah, saya sempatkan membuka facebook. Beberapa status terbaru dari anggota komunitas Blogger Guru Indonesia terlihat. Grup yang kelahirannya dibidani oleh alumnus Lomba Blog BPTIKP Dinas Pendidikan Jawa Tengah Tahun 2011 tersebut sedang hangat-hangatnya membahas desain jaket sebagai kostum komunitas.

    Di Grup Ikatan Guru Indonesia Pusat, Mohammad Ihsan, Sekjen IGI, mempublikasikan buku "Apa Yang Berbeda Dari Guru Hebat", yang memuat kisah inspiratif 12 aktivis IGI yang luar biasa terbitan Esensi (Erlangga). Yang kelihatannya bangun paling pagi karena berkomentar paling awal di grup ini adalah Mampuono, master TIK yang saya kenal lebih dulu melalui karya-karyanya di dunia maya dan baru berkesempatan bertemu di acara TOT TIK BPTIKP Jawa Tengah dan berlanjut di Lomba MPI LPMP Jawa Tengah. Beliau juga berada pada barisan awal rekan-rekan blogger yang merespon permintaan saya di forum BGI untuk berbagi ilmu pada forum Pengembangan TIK Pendidikan di kecamatan saya yang konsepnya masih disempurnakan.

    Di grup yang sama, pandangan mata saya terbentur pada tulisan kiriman salah seorang anggota grup, Lea Kusuma, yang mengarahkan link ke sebuah tulisan dari Kompasiana. Judulnya membuat saya terperangah: ORANG YANG PALING GUE BENCI ADALAH GURU GUE.

    Beberapa menit lagi saya mesti mengantar putri saya, Wafda, ke sekolah. Tetapi, judul tulisan itu memaku saya bagai lekat dengan kursi di ruang kerja dan dengan cepat mengakses link yang disertakan. Ditulis oleh Budiman Hakim, saya segera melahap kata demi kata, baris demi baris tulisan tersebut. Karena tak mungkin saya kutip, berikut tulisan selengkapnya:

    ###############

    Taman Sastra Rawamangun adalah tempat nongkrong mahasiswa Fakultas Sastra UI dan juga mahasiswa-mahasiswa IKIP. Karena taman itu memang berada di antara ke dua kampus tersebut. Semua orang betah di sana karena selain tempatnya nyaman dan sejuk, di sana juga ada tukang makanan yang lezat. Misalnya ketopraknya Pak Tarwin, es telernya Si Kumis dan yang paling saya suka adalah Somaynya Jeri. Tukang somay ini dipanggil Jeri karena mata kirinya memang jereng hehehehe….

    Saya adalah mahasiswa Fakultas Sastra Perancis. Saat itu saya lagi makan somay di bangku Taman bersama dengan temen saya Gerry. Lagi asik-asiknya ngobrol, tau-tau ada dua orang berusia sekitar 40an ikut duduk bersama kami.

    ”Dik, ikut numpang duduk ya?” kata salah seorang yang gemuk dan berkulit hitam.

    ”Silakan. Mas dosen IKIP ya?” kata saya sok akrab. Soalnya ga mungkin dia mahasiswa kalo penampilannya setua itu.

    ”Oh bukan. Kami berdua mahasiswa, sama kayak adik.” sahut yang satu lagi, orangnya kurus, tinggi, putih tapi agak kumel.

    ”Yang bener Mas? Kok telat banget kuliahnya? Waktu SMA ga naik kelas terus ya?” kata saya agak kurang ajar. Tapi gapapa kan sama-sama mahasiswa hehehe..

    ”Saya Abdullah dan ini Marzuki adalah guru SMP. Sekarang kami dapet bea siswa dari kementrian pendidikan ngambil S2 di IKIP.” sahut yang berkulit hitam.

    ”Oh begitu…”

    Ga lama bell berbunyi tanda mata kuliah yang kami tunggu akan dimulai. Selesai bayar makanan dan minuman, saya dan Gerry bergegas ngeberesin ransel dan melangkah ke arah kelas.

    Baru satu langkah kami berjalan, tiba-tiba mahasiswa IKIP yang namanya Abdullah menangkap tangan Gerry. Wajahnya tetap ramah namun matanya memandang tajam ke wajah Gerry.

    ”Eh kamu Gerry kan?”

    Gerry diem aja. Parasnya aneh. Saya agak heran jadinya.

    ”Kamu Gerry dari SMP Perdana kan?” tanya Abdullah lagi.

    Bukannya ngejawab, Gerry malah menarik tangannya dari genggaman Abdullah dengan kasar.

    Abdullah cukup kaget ngeliat reaksi Gerry, ”Kamu Gerry kan?”

    ”Heh Mas, lo salah orang.” sahut Gerry ketus.

    ”Kalo bukan Gery nama kamu siapa?”

    Tiba-tiba Gerry membentak, ”Woi!!! Nama gue siapa lo ga perlu tau. Jauh-jauh lo dari gue!!!”

    “Gerry, saya Abdullah guru kamu di SMP Perdana. Saya ngajar Sejarah Indonesia kalo kamu masih inget.”

    ”Hey orang gila! Kalo udah salah ngenalin orang ga usah maksa ya? Jangan sampe gue tonjok lo!!!”

    Aneh banget. Ga ada angin dan ga ada ujan Gerry marah dan saya ga tau sebabnya. Suasana jadi cukup tegang. Saya buru-buru menarik Gerry sebelum dia ngamuk lebih jauh. Sementara Marzuki juga menarik Abdullah agar menjauh dari Gerry.

    ”Udah Pak, biarin aja. Murid-murid jaman sekarang emang gampang lupa sama gurunya. Ga usah dipaksa.” kata Marzuki ke temennya Abullah.

    Mendengar omongan Marzuki, Gerry kembali naik darah. Dengan cepat dia berontak dari pegangan saya dan langsung menghampiri Marzuki dengan wajah garang.

    Untung perkelahian ga terjadi. Temen-temen yang lain segera memisahkan mereka. Saya tarik Gerry dengan paksa lalu saya seret langsung ke ruang kuliah. Sambil melangkah, saya masih sempet melirik ke arah Abdullah. Dia keliatan bingung, matanya merah. Rasanya dia lebih keliatan sedih daripada marah.

    Di ruang kuliah, Gerry bengong aja. Saya yang duduk di sebelahnya juga ga nanya apa-apa. Saya biarin aja dia asik dengan pikirannya. Sementara saya bertanya-tanya dalam hati, siapakah Abdullah itu? Apa bener dia mantan gurunya waktu SMP? Kalo iya, kenapa Gerry begitu murka seperti itu? Seumur hidup saya belom pernah ngeliat Gerry marah besar kayak tadi.

    Sampe selesai kuliah ga ada satupun materi dosen yang masuk ke otak saya. Apalagi ke otak Gerry saya rasa. Kami berdua kembali ke taman dan duduk di bangku yang tadi. Alhamdulillah kedua orang mahasiswa IKIP tadi udah ga ada.

    Karena Gerry ga keliatan napsu buat ngomong, saya ngeluarin buku cerita silat cina yang saya bawa dari rumah. Judulnya Bu Kek Siansu yang saya pinjem dari temen saya Erwin mahasiswa dari jurusan Sastra Indonesia. Ga lama kemudian saya pun tenggelam di dunia Kang Ouw meninggalkan Gerry yang masih duduk di sebelah saya.

    ”Alhamdulillah gue tadi ga sampe mukul tuh orang…” Sekonyong-konyong dia bergumam.

    Saya menaruh buku di pangkuan sambil tanya, ”Emang dia beneran guru lo?”

    ”Iya waktu di SMP Perdana. Dia ngajar Sejarah Indonesia di kelas 2.” sahutnya dengan suara lirih perlahan.

    Oups! Ternyata bener gurunya loh. Gile! Apa yang terjadi sampe Gerry marah pas disapa gurunya ya? Tapi saya diem aja. Kalo dia mau cerita pasti dia akan cerita sendiri. Kalo ga mau ya ngapain dipaksa kan? Siapa tau ada alasan yang memang dia merasa ga nyaman menceritakannya.

    ”Waktu itu dia pernah nampar gue di kelas. Dan sampe kapanpun gue ga akan pernah melupakannya…”

    Saya diem.

    ”Dia masuk kelas dengan wajah ga mood, sementara di kelas anak-anak lagi pada ribut banget.”

    Saya masih diem.

    Tiba-tiba dia ngebentak, ”Woi! Diam kalian! Pelajar apa kamu ribut-ribut di kelas? Hah!!!”

    Saya tetep diem.

    ”Semua anak memang ribut dan satu-satunya yang ga ribut cuman gue. Gue lagi baca buku Sejarah soalnya dia suka bikin quiz tiba-tiba.”

    Diem saya berlanjut.

    ”Tau-tau dia nyamperin gue terus ngejambak rambut dan nyeret gue ke depan kelas…”

    Diem continous.

    ”Gue kaget dan ga tau kenapa tiba-tiba gue diperlakukan seperti itu. Gue coba berontak eh dia nampar gue kenceng banget…”

    Waduh! Kayaknya gue udah kelamaan diem nih.

    ”Terus dia tereak, ’apa kamu melotot-lotot ke saya? Mau jadi jagoan?’ Abis ngomong gitu dia nampar gue lagi berkali-kali.”

    “Jadi dia marah ke elo kayak gitu sebabnya apa?” tanya saya keheranan.

    “Percaya ga? Sampe detik ini gue ga tau alasan dia apa.”

    “Kok aneh?” kata saya garuk-garuk kepala.

    ”Gue marah tapi juga takut sampe kencing di celana. Aduh gue malunya bukan main takut keliatan sama anak-anak. Saking marahnya gue jadi melotot beneran ke dia…”

    Saya diem lagi.

    ”Ngeliat gue melotot, dia nampar gue lagi berkali-kali sampe muka merah. Terus dia ngebentak gue lagi, ’Apa kamu melotot? Mau ngelawan. Saya tau bapak kamu polisi, panggil Bapak kamu ke sini, saya ga takut!!”

    Sekarang saya deg-degan ngedenger ceritanya. Saya kenal sama Bapaknya Gerry, seorang Kapten polisi yang temperamental. Kalo Gerry beneran ngadu ke bapaknya wah…bisa mati ditembak tuh gurunya.

    ”Terus lo aduin ke bapak lo?” tanya saya dengan suara perlahan.

    ”Sampe rumah, gue ngomong ke bokap, ’Pak tadi temen di kelas ditampar sama Pak Guru.’ Lo tau ga? Bokap langsung ngambil pistol dari kamarnya..”

    ”Nah loh? Mau ngapain dia?” tanya saya.

    “Terus bokap nanya, ‘Temen apa kamu yang ditampar guru? Bapak samperin dia sekarang juga. Ayo jangan bohong!’ Gue jawab, ’temen saya kok Pak.’”

    Fuiiiih….Kok saya merasa lega ya? Padahal peristiwa itu udah lewat bertaon-taon yang lalu.

    ”Terus bokap ngomong, ’Kamu harus bilang kalo ditampar guru. Jangankan ditampar, disentil aja kuping kamu, Bapak hajar gurumu habis-habisan.’”

    Sekarang saya mulai memahami dilema yang dirasakan oleh Gerry.

    ”Ngeliat sikap bokap kayak gitu, gue akhirnya memutuskan ga cerita sama bokap. Tapi gue tetep ga bisa melupakan peristiwa itu. Gue ga akan pernah memaafkan guru anjing itu…”

    Saya menepuk-nepuk pundaknya. Sementara Gerry beberapa kali menghela napas panjang untuk meringankan beban di tubuhnya.

    ”Gue barusan janji pada diri sendiri bahwa gue ga akan pernah mukul bangsat itu tapi jangan harap gue akan memaafkan dia…”

    Sebenernya saya gatel mau ngasih nasihat bahwa guru itu khilaf, mungkin lagi punya masalah keuangan, atau bisa jadi malemnya ngajak ML ditolak isterinya. Tapi rasanya ini bukan saat yang tepat untuk ngasih nasihat. Akhirnya saya memutuskan diem lagi.

    ”Kalo dia mati dan keluarganya minta maap, gue sumpah ga akan memaafkan dia.”

    “Hus! Jangan ngomong gitu dong Ger! Ora ilok!” kata saya memperingatkan.

    “Biar dia ngejerit-jerit karena disiksa dalam kubur terus manggil-manggil gue minta maaf…ga akan pernah gue maapin.”

    Astaghfirullah! Sebegitu dendamnya anak ini pada gurunya.

    “Orang yang paling gue benci di dunia ini adalah guru gue itu…” kata Gerry dengan suara pelan tapi geram.

    Salahkah Gerry? Salahkah gurunya? Saya ga mau mengadili. Siapalah saya berani-beraninya menghakimi orang lain. Tapi dari lubuk hati yang paling dalam, saya sangat ga setuju guru memukul murid. Apapun alasannya!

    Dulu karena saya badungnya bukan main, saya sering ditampar oleh beberapa guru tapi alhamdulillah saya ga dendam sama mereka. Tapi ada satu hal yang perlu diketahui bahwa saya ga pernah bisa respek lagi sama guru yang pernah memukul saya. Menjadi guru tidak memberi legalitas pada mereka untuk memukul anak didiknya.

    Saya menghela napas panjang berkali-kali! Peristiwa Gerry ini membuat saya memahami bahwa sekali kita menyakiti orang lain, rasa sakit itu bisa abadi. Peristiwa Gerry ditampar gurunya udah hampir 10 tahun yang lalu tapi kesakitannya sampai hari ini masih terasa. Bahkan mungkin borok di hatinya sudah bernanah mengingat lukanya ga sembuh-sembuh setelah begitu lama.

    Setiap murid punya karakter yang berbeda. Ada yang ditampar guru lalu besoknya lupa dan ceria kembali. Tapi ada juga yang seperti Gerry yang membiarkan dirinya larut dalam dendam. Guru memang cuma manusia biasa, tapi sengaja atau tidak, kalo melakukan kekhilafan, cobalah buru-buru meminta maaf. Jangan biarkan kesakitan murid jadi borok yang terus diidapnya sampai tua bangka.

    Buat pembaca yang kebetulan berprofesi sebagai guru, mungkin kalian pernah bertanya apa sih ukurannya menjadi guru yang baik bagi anak didik? Jawabannya sederhana; kalo setelah lulus, murid itu masih terus menyambung tali silaturahmi dengan kalian, masih sms, telepon apalagi datang ke rumah, berarti kalian sukses menjadi guru yang baik. Insya Allah!

    Ya allah…hilangkanlah dendam temen saya Gerry. Aamiin!

    ###############

    Saya terpaku. Benar-benar terpaku. Seperti penulisnya, saya merasa sedang duduk bersebelahan dengan Gerry. Dengan mata memanas.

    Lahir dan besar di lingkungan kampung yang belum berlistrik, saya akrab dengan aneka mainan khas anak-anak, termasuk dengan sungai yang digunakan untuk mandi sementara di bagian atas, aliran sungai yang sama digunakan untuk buang air besar, memandikan kerbau, dan aktifitas sejenisnya. Alam memberikan saya, juga kepada teman-teman sepermainan saya, kekebalan terhadap dingin sebagaimana kebiasaan bermain di sungai melatih saya untuk tidak sensitif (untuk tidak menyebutnya bersahabat) dengan rasa jijik terhadap air kotor, lingkungan kumuh, dan teman-temannya.

    Di kemudian hari, baru saya sadari, ada hal yang berbeda pada diri saya dibandingkan teman-teman. Saya mudah tersentuh dengan perasaan orang. Tepatnya, saya mudah terharu dengan penderitaan orang lain.

    Tanggal 13 Mei 1998 siang, kalau saya tidak keliru, waktu saya masih menuntut ilmu di SMK Muhammadiyah Pekalongan, untuk sebuah keperluan saya mesti pulang ke rumah yang berjarak sekitar 50 km. Sambil persiapan untuk berangkat kembali, karena sorenya saya mesti sampai di tempat kost, saya sempatkan menonton televisi kala televisi memberitakan Tragedi Trisakti yang menelan korban jiwa mahasiswa. Tak sampai setengah jam, saya yang sedang menyaksikannya sendirian di ruang tengah, tak mampu menahan air mata. Sendirian, saya menangis tersedu-sedu dengan air mata yang mengucur deras.

    Kala sebagian teman saya merasa jijik dengan darah, saya sebaliknya. Pada saat seorang kerabat yang masih berusia belasan tahun mengalami kecelakaan lalu lintas dimana sepeda motor yang dikendarainya terlindas mobil, jenazahnya dirawat di Puskesmas dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Mengiringi jenazah diantar ke rumah duka, saya berdiri di belakangnya dengan menjinjing dua plastik. Satu berisi baju berlumuran darah, satu berisi (mohon maaf) cairan kepala korban yang mesti dibawa pulang karena menurut kepercayaan masyarakat di tempat saya, juga harus ikut dikuburkan bersama jenazah. Semua saya lakukan tanpa rasa jijik sedikitpun.

    Sebaliknya, kala seorang tetangga berlumur darah akibat dikeroyok karena mencuri, darah saya ikut mendidih. Lebih-lebih karena saya juga tahu, pihak keluarga sudah menyatakan bertanggung jawab dan siap mengganti kerugian. Tetesan darah yang saya keringkan dengan baju di malam itu, dengan iringan raungan tangis ibu dan saudara-saudaranya, sampai kini masih membekas di benak saya.

    Hampir sama tatkala sebuah pengeroyokan massal terjadi di jalan raya tak jauh dari saya. Suara gaduh dan ramainya teriakan memancing rasa penasaran saya untuk keluar rumah. Dan masya Allah, di tepi jalan, seorang pemuda sedang dikerumuni puluhan orang yang mendesaknya ke arah jembatan. Kepalanya berlumur darah segar, membasahi muka dan baju. Spontan, saya berlari menyeruak ke tengah-tengah orang-orang yang kesemuanya saya kenal namun terlihat sudah kesetanan. Tampak seorang tokoh masyarakat, yang kini sudah meninggal, mencoba pasang badan dan berupaya melindungi korban yang tampak kesakitan. Beberapa langkah lagi saya bisa menjangkau keduanya, tanpa saya berfikir resiko kemungkinan kena pukulan nyasar, tiba-tiba seorang pemuda (yang dikemudian hari terpaksa saya ceramahi panjang lebar tentang perikemanusiaan dan perikebinatangan) mengayunkan kursi ke arah korban. Buk...!!! Tepat di kepala. Kursi pecah berantakan.

    Meski akhirnya berhasil diselamatkan dan tak sempat jatuh ke sungai yang dibawahnya menganga batu-batu tajam dan kasusnya sendiri berlanjut ke pihak yang berwajib, darah segar akibat kebrutalan dan hilangnya akal sehat itu masih segar pula tertanam di memori saya. Sampai sekarang.

    Saya masih termangu di depan laptop bersama Gerry kala anak saya mengajak berangkat sekolah. Sesaat, Gerry seakan menatap saya seraya bertanya, "Salahkah saya?"

    Detik berikutnya, sosok Pak Harfan, guru SD di Belitong, pelosok Sumatera Selatan, dalam buku Laskar Pelangi, yang digambarkan sebagai sosok yang ”...tampak amat bahagia menghadapi murid, tipikal ”guru” yang sesungguhnya, seperti dalam lingua asalnya, India, yaitu orang yang tak hanya mentransfer sebuah pelajaran, tapi yang juga secara pribadi menjadi sahabat dan pembimbing spiritual bagi muridnya” muncul di depan saya. (Tulisan saya selengkapnya, Belajar dari Laskar Pelangi, bisa dibaca DI SINI

    Kala merengkuh si kecil Wafda ke atas sepeda motor, saya berbisik lirih di hati: Ya Allah yang Maha Pengampun, jangan biarkan kami menjadi penebar dendam. Amin.
  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • KISI-KISI UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU 2012

    Kisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Sertifikasi Guru Tahun 2012 telah diterbitkan oleh Badan PSDMP dan PMP Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui situs sergur.

    Untuk Guru SD, kisi-kisi terdiri dari 7 halaman dalam format file pdf. Silahkan unduh DI SINI.

    Catatan:
    File tersebut diunduh dari situs sergur pada tanggal 31 Januari 2012. Tetapi, entah kenapa, sejak tanggal 1 Februari kemarin, file tersebut sudah tidak tersedia lagi di situs tersebut. Beberapa saat lalu, file tersebut muncul kembali dengan judul Guru Kelas SD. Sama-sama dalam format file pdf, jumlah halaman menjadi 14. Silahkan unduh DI SINI. Bagi yang membutuhkan, silahkan unduh di link yang saya sediakan dan Insya Allah tetap aman karena di-upload di Ziddu. Untuk PAUD/TK/RA, silahkan unduh DI SINI. Untuk kelompok pendidikan/mata pelajaran lainnya, silahkan akses DI SINI. Semoga bermanfaat
  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • SURAT EDARAN REVISI POS UN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

    Badan Standar Nasional Pendidikan telah mengeluarkan surat edaran nomor 0001/BSNP/SDAR/I/2012 tanggal 12 Januari 2012 berisi ralat Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional (POS UN) Tahun Pelajaran 2011/2012.

    Surat edaran tersebut berisi empat hal, yaitu:

    1. Ujian Teori Kejuruan SMK dimajukan jadwalnya yang semula tanggal 22 Maret 2012 menjadi hari Senin tanggal 19 Maret 2012.
    2. Jadwal pelaksanaan Ujian Nasional SD/MI/SDLB adalah Hari Senin s.d Rabu tanggal 7 s.d 9 Mei 2012
    3. Pengumuman kelulusan Ujian Nasional SD/MI/SDLB adalah Hari Sabtu tanggal 16 Juni 2012
    4. Khusus bagi peserta Ujian Nasional yang tunanetra diperbolehkan membawa abakus ke dalam ruang ujian.


    Surat edaran selengkapnya bisa dilihat DI SINI


    Salam Kreatif!


  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • SELAMAT MENEMPUH HIDUP BARU, SAUDARAKU...

    1 Oktober 2010, melalui media sosial Facebook, saya bingkiskan sebuah catatan sebagai hadiah ulang tahun sohib karib saya, Nurul Ibadi, berjudul KADO UNTUK ULTAH SAHABATKU: NURUL IBADI. Tulisan yang kutip utuh dari percikaniman.org tersebut mengusung tema pernikahan. Tulisan yang sengaja saya berikan kala diskusi-diskusi panjang kami mulai merambah tema menarik sekaligus menyimpan banyak misteri: pernikahan.

    Setahun kemudian, 1 Oktober 2011, kembali pada momen ulang tahunnya, saya tulis kembali catatan yang sama dengan judul berbeda: MENIKAH ADALAH IBADAH TERINDAH, SAUDARAKU...

    Setahun umur catatan tersebut, diskusi demi diskusi mengalir. Intensitasnya tak terhitung lagi. Dari judulnya, catatan pada tahun 2011 jelas menyiratkan dua hal: pertama, saya ingin meyakinkan Nurul Ibadi, sebagaimana penutup catatan tersebut: "Percayalah kepada Yang Maha Menepati Janji................"; kedua, sebagai sebuah ibadah, pernikahan mesti dipersiapkan.

    Ya, dari beberapa rekan muda yang sering mangkal di tempat saya, terkadang sampai larut malam, diskusi tentang pernikahan kerapkali menjadi diskusi yang paling menarik sekaligus paling tak berujung. Tak sekali dua kali luapan semangat untuk menunaikan sunah Rasul itu membentur dinding kukuh berlabel tradisi. Pendeknya: berat di ongkos!

    Saya bisa merasakan dilema itu. Kepungan aneka media yang menyuguhkan sajian erotis tanpa batas, termasuk siaran langsung yang bisa dinikmati gratis berwujud tubuh-tubuh molek dengan balutan busana minim di wilayah saya, kawasan pegunungan Selatan Kabupaten Pekalongan, memberi andil yang tidak kecil dalam mendidihkan derajat birahi dalam hitungan detik. Sementara saat mereka telah memiliki niat untuk menikah, kendala klasik telah menghadang.

    Saya tak bermaksud menyederhanakan, apalagi menyepelekan, urusan sepenting pernikahan. Tetapi, jujur saja, tradisi yang telah mendarah daging tentang pernikahan yang serba wah, menurut saya, telah menjadi penghalang bagi niat-niat mulia.

    Maka, tatkala Nurul Ibadi terlihat semakin antusias untuk menikah, tentu saja, saya tak mau mundur dalam memperjuangkan "konsep" sederhana tentang pernikahan. Konsep yang saya maksud adalah turuti kata hati dan jangan turuti kata tetangga.

    Mulailah babak baru itu. Diawali dengan merancang Rencana Anggaran Biaya (RAB) di pertengahan 2010, Nurul Ibadi pun mengibarkan bendera start.

    Mulus? Seperti sinetron, penuh liku. Tak sekali Nurul Ibadi terlihat goyah. Pekerjaannya sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) berhonor kecil terkadang menjadi batu sandungan. "Bisakah aku? Mampukah aku?" demikian kurang lebih galaunya.

    Dan tak jemu juga saya membuka kitab perjalanan hidup saya. Sekali lagi, saya merasakan hikmah yang teramat besar yang Allah SWT berikan melalui berlikunya jalan hidup saya: berbagi dengan orang lain. Dan pernah merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain membuat segalanya lebih indah.

    Kembali saya katakan apa yang juga pernah saya katakan kepada beberapa orang yang sedang mengalami hal yang sama: "25 Februari 2004, kala saya menikah, pekerjaan GTT bukanlah pekerjaan populer. Jumlah penduduk asli kelahiran Paninggaran yang berminat menjadi guru pengabdian masih bisa dihitung dengan jari. Pagi dan malam menjadi pekerja, siang menjadi guru swasta, dan sore menjadi mahasiswa, kemudian menikah setelah melalui perjalanan yang teramat panjang dan berliku, siapa lagi yang mempermudah semuanya kalau bukan Sang Maha Pemberi Rizki?"

    Ya, tak hendak menulis biodata. Juga tak bermaksud menggurui siapapun. Saya hanya hendak menyampaikan betapa Allah Maha Kaya. Dan IA tepati janji-Nya untuk memberi rizki dan jalan keluar dari arah yang tak terduga.

    Dan.....subhanallah. Pagi tadi, kala menyaksikan langsung akad nikah Nurul Ibadi, saya serasa menonton pertunjukan megakonser. Sebuah pagelaran ke-Maha Agung-an Sang Penguasa Langit dan Bumi.

    Kala semua usaha telah dilakukan. Kala semua ihtiar telah ditempuh. Kala hati telah dipasrahkan kepada pemilik-Nya. Bukankah kepada Sang Maha Menentukan kita serahkan jiwa raga ini, karena memang hanya DIA-lah yang memiliki hak prerogatip untuk itu?

    Dan IA tepati janji: sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Al-Insyirah ayat 5 dan 6).

    Selamat menempuh hidup baru, Saudaraku...

    Hari ini kau tapaki lembar baru. Hari ini kau buka sejarah baru. Hari ini kau tunaikan sunah Rasulullah, seperti tekadmu beberapa tahun lalu.

    Semoga dipermudah membangun jembatan mardatillah untuk merengkuh keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Amin.


    Teriring doa bahagia
    Sahabat dan saudaramu
  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • Jangan Rusak Jiwa Anak Kita!

    Anak yang membanggakan pasti merupakan idaman setiap orangtua. Merupakan hal yang wajar, bila anak yang berprestasi atau memiliki kelebihan kemudian menjadi buah bibir orangtuanya. Hal ini bisa kita lihat manakala para orangtua berkumpul, pasti ada saja topik yang membahas kebanggaan mereka terhadap anak.

    Meskipun membanggakan anak awalnya merupakan tanda syukur kita terhadap karunia Allah, akan tetapi ada beberapa dampak yang harus kita waspadai manakala berbicara tentang hal ini.

    Dampak pertama membanggakan adalah membandingkan. Manakala seseorang membanggakan sesuatu, ia akan cenderung mengganggap remeh hal lain yang menjadi pembandingnya. Dalam hal ini, orangtua yang membanggakan kelebihan anaknya pasti akan membandingkan kelebihan sang anak terhadap anak orang lain yang menjadi lawan bicaranya, secara langsung ataupun tidak. Kondisi membandingkan ini pasti akan menumbuhkan ketidaknyamanan dalam hati lawan bicara. Akibatnya, boleh jadi orangtua yang merasa dibandingkan tersebut “ngedumel” dalam hati atau malah balik menyerang dengan sanggahan dan berakhir dengan pertengkaran.

    Dampak lanjutan dari membandingkan ini adalah perasaan rendah diri orangtua yang berada “di pihak yang kalah”. Mereka akan merasa bahwa anak mereka bukanlah orang-orang yang istimewa. Akibatnya, bukan hanya orangtua yang tertekan, anak-anak pun akan terkena dampak. Orangtua akan memaksa anaknya untuk mencapai keberhasilan yang sama.

    Misalkan saja, orangtua yang memiliki anak berusia di atas satu tahun tetapi belum dapat berjalan cenderung memaksa anaknya untuk segera berjalan, meski hanya dengan mengeluh di depan anaknya, “Koq, kamu belum bisa jalan sih, Nak?”

    Efeknya tentu dapat dirasakan pada harga diri anak. Alih-alih orangtua bertugas sebagai pembangun harga diri dan tempat berlindung anak, orangtua yang telah berada di bawah tekanan pembandingan justru akan melemahkan harga diri anak.

    Bila hal ini tidak segera disadari dan diperbaiki oleh orangtua, anaklah yang menjadi korban dari sebuah ambisi kebanggaan.

    Melihat buruknya dampak yang diakibatkan dari berbangga-bangga ini, tentu sebaiknya kita meninggalkan sikap ini manakala tengah berbicara tentang anak. Seorang ulama bahkan pernah berpesan untuk menghindari membangga-banggakan anak ini ketika kita berada dalam sebuah forum silaturrahim.

    Karena, selain dapat berakibat buruk bagi anak, sikap ini juga dapat merusak persaudaraan.

    Jangan berlebihan

    Kita masih mengingat akan penyebab turunnya ayat 103 surat Ali Imran yaitu sikap bangga-membanggakan antar kabilah yang akhirnya nyaris memicu perkelahian antar sahabat Anshar. Belajar dari peristiwa ini, alangkah baiknya jika kita menghindari sikap bangga-membanggakan yang Allah firmankan dalam surat At-Takatsur ayat 1, yang artinya: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu.”

    Selain dapat merusak kehangatan persaudaraan, sikap berbangga ini akan membuat seseorang enggan datang bersilaturrahim atau malah menghindar untuk berbicara. Semua ini tentu akan melalaikan kita untuk menyambung tali silaturrahim dan saling tolong-menolong.

    Padahal, telah sampai kepada kita ayat-ayat-Nya dan sunnah Rasul-Nya yang menyuruh kita untuk saling bahu-membahu dalam kebaikan dan mencegah dari perbuatan yang dimurkai Allah.

    Tak sedikit di sekitar kita, ada orangtua membangga-banggakan salah satu anaknya dan di saat yang sama menjatuhkan anaknya yang lain.

    “Tiru tuh, kakakmu, bukan seperti kamu,” begitu salah satu orangtua yang pernah saya dengar membanding-bandingkan anaknya.

    Padahal, dengan membanding-bandingkan, akan membuat kerusakan pada jiwa masing-masing anak. Bagi yang dibanggakan ia berpotensi menjadi sombong, sementara bagi yang dijatuhkan, ia berpotensi menjadi rendah diri. Kedua-duanya akan berpotensi memiliki kepribadian buruk di kemudian hari.

    Islam melarang sikap berlebihan. Dalam al_Quran Allah Ta’ala berfirman:

    "Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar…" [An-Nisaa': 171]

    Sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda:

    “Permudahlah dan janganlah kalian mempersulit. Berikanlah berita gembira, dan janganlah kalian menakut-nakuti”

    Orangtua harusnya besikap adil kepada semua anaknya. Tak perlu menekankan bahwa “anak harus bisa”. Karena setiap anak memiliki potensi berbeda. Alangkah indahnya, jika salah satu potensi dan kelebihan di antara anaknya menjadi pemacu spirit bagi yang lainnya.

    Alangkah indahnya, bila dalam setiap bertemunya orangtua dengan anak, yang hadir hanyalah kata-kata positif yang dapat mendorong dan membantu dan memberi semangat untuk menjadi lebih baik.

    Begitupun bila anak kita memiliki kelebihan, menjadi lebih indah, bila kelebihan tersebut dapat menjadi solusi bagi permasalahan saudara kita. Kelebihan tersebut dapat melengkapi kekurangan yang dimiliki saudaranya.

    Apalagi bila kemudian menjadi kesyukuran dan kebanggaan bersama. Tentu ini akan membuat persaudaraan semakin rekat dan semangat untuk berlomba-lomba menjadi yang terbaik dalam kebaikan semakin subur.

    Jika rasa cinta dan kasih sayang orangtua kurang tercurahkan pada diri anak-anak, tak mustahil ia hanya akan tumbuh sebagai pribadi berprilaku aneh di tengah komunitasnya. Sebaliknya, jika orangtua memberi rasa lebih cinta dan kasih sayang, ia akan tumbuh menjadi pribadi barik di tengah kawan-kawannya. Ia akan menjadi percaya diri dan memiliki kepekaan sosial. Karena itu, kewajiban bagi orang tua untuk memenuhi kebutuhan cinta dan kasih sayang pada mereka.

    Perkataan Ibnu Khaldun dalam Kitab Al Muqaddimah bisa menjadi renungan kita bersama;

    “Barangsiapa yang pola asuhannya dengan kekerasan dan otoriter, baik (ia) pelajar atau budak ataupun pelayan, (maka) kekerasaan itu akan mendominasi jiwanya. Jiwanya akan merasa sempit dalam menghadapinya. Ketekunannya akan sirna, dan menyeretnya menuju kemalasan, dusta dan tindakan keji. Yakni menampilkan diri dengan gambar yang berbeda dengan hatinya, lantaran takut ayunan tangan yang akan mengasarinya”.*


    Sumber: hidayatullah.com

  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • Next previous home