Ramadhan Ceria Anak-anak Kita

WAKTU masih menunjukan pukul 15.00, Koko sudah duduk di meja makan. Matanya terus memperhatikan jam di dinding kamar. Tangannya mengelus ngelus perut yang dari tadi keroncongan.

"Ma… jamnya kok jalannya lambat sekali, kapan maghribnya? Koko sudah lapar sekali nih!”
       
Sang ibu hanya menggeleng kepala sambil tersenyum. Memang Ramadhan tahun ini ia melatih Koko untuk  puasa penuh setelah tahun sebelumnya hanya puasa sampai dhuhur saja.
       
Lain lagi dengan Qonita. Gadis kecil berusia tujuh tahun ini sudah mampu berpuasa penuh. ibunya justru khawatir akan kesehatan putrinya.

Anjuran untuk puasa setengah hari ternyata tidak begitu menarik baginya. Ia lebih senang berpuasa penuh bersama dengan kakak kakaknya dan kedua orang tuanya.

Ibadah yang Berat

Boleh dikata berpuasa bagi anak anak adalah ibadah yang sangat berat. Bisa dibayangkan di luar bulan Ramadhan kita bisa dibuat kewalahan dengan keinginan jajan mereka. Tiba tiba ia harus menahan keinginan makan minumnya pada siang hari saat di mana rasa haus dan lapar justru menyerang. Dan ini berlangsung selama sebulan.

Tak heran jika sebagian anak merasa tidak nyaman bila Ramadhan tiba. Mereka merasa ibadah puasa itu adalah siksaan. Seperti Koko yang sampai usia 12 tahun masih berpuasa setengah hari. Begitu puasa penuh, Koko bagaikan tak berdaya. fikirannya hanya pada “kapan berbuka puasa”.
     
Belum lagi saat malam tiba. Biasanya para orang tua akan mengajak anak anak ke masjid. Bagi anak yang biasa shalat mungkin tidak terlalu berat, tapi bagi yang shalatnya hanya pada bulan Ramadhan saja, tentu sungguh berat karena harus shalat 11 rakaat bahkan ada yang 23 raka’at. Bisa bisa mereka tertidur di sela sela shalat.
   
Pengkondisian
   
Perasaan tak tega, kasihan, dan tidak ingin anaknya menderita mungkin dirasakan oleh semua orang tua, baik masa kini atau di masa Rasulullah.

Yang membedakan adalah motif yang mendasari perbuatan kita. Apabila iman kuat, maka dengan mudah kita bisa membantu anak anak untuk mampu menjalankan puasa.
   
Allah melalui Rasul-Nya telah mensunnahkan memperbanyak ibadah dan shaum pada bulan Sya’ban. Kita bisa mengambil hikmah dari sunah sunah Rasul  ini, yaitu pengkondisian sebelum memasuki bulan Ramadhan. Supaya ketika bulan Ramadlan tiba kita lebih siap, baik lahir maupun batin.
   
Sebagaimana kita ketahui begitu banyak keutamaan keutamaan pada bulan Ramadhan. Sayang apabila kita tidak siap dan melewatkan begitu saja keutamaan Ramadhan itu.
       
Untuk mengkondisikan anak supaya siap menjalankan puasa, maka sebelum memasuki bulan Ramadhan kita ajak anak anak untuk memperbanyak ibadah. Kita motivasi mereka akan keutamaan dan pahala puasa yang begitu besarnya. Serta kebahagian yang tiada dapat kita lukiskan dengan kata kata apabila kita mampu melaksanakannya.
     
Kita bisa bergotong royong dengan anak anak membersihkan rumah dan berkreasi untuk menghias rumah, membuat tulisan ataupun gambar yang membuat mereka lebih bersemangat dan mampu menikmati puasa.

Berlatih
     
Lalu kapan waktu yang tepat untuk mengantarkan anak agar mampu berpuasa? Kalau bisa sedini mungkin kita kenalkan puasa itu pada anak. Mungkin pertama dengan contoh dari orang tua. Kedua, mulai berlatih.

Pada usia pra sekolah anak bisa dilatih dengan tidak membawa bekal ke sekolah. Biasanya pada TK-TK Islam sudah dikondisikan supaya anak anak ikut merasakan puasa dengan kurikulum yang sudah dikhususkan.
   
Ketika anak anak memasuki usia sekolah, maka kita bisa lebih memperpanjang waktu puasa mereka. Biasanya kita sebut puasa dhuhur. Tidak menutup kemungkinan bila usaha pengkondisian ini berhasil, anak anak akan termotivasi untuk puasa penuh.
     
Memang bukan hal mudah mengantarkan anak berpuasa yang tak sekedar menahan lapar dan dahaga saja, melainkan juga menjaga hal hal yang bias merusak ibadah puasa itu sendiri. Namanya juga anak anak, kadang harus dimaklumi kalau mereka masih membuat ulah yang kadang membikin kita jengkel seperti berkelahi dengan saudara atau temannya.

Kendala
   
Kendala pertama yang kita hadapi untuk melatih anak berpuasa yaitu membangunkan mereka untuk makan sahur. Untuk ini Kita bisa mensiasati dengan membuat menu makan sahur kegemaran mereka.

Konsekuensinya kita harus menyediakan anggaran lebih untuk itu. Tapi melihat betapa besar manfaat yang akan di peroleh anak maka pengorbanan kita tidak akan memberatkan justru membahagiakan.
 
Kendala berikutnya adalah rasa lapar dan haus yang tiba tiba menyerang anak, bagaimana kita menghadapinya?

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari ar-Rabi’ binti Mi’wad yang menyatakan, Rasulullah SAW mengirimkan makanan ‘Asyura ke desa desa kaum Anshar yang berada di sekitar Madinah.

Pada saat itu Beliau bersabda, ”Barangsiapa yang saat itu berpuasa, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya. Dan barang siapa yang saat itu tidak berpuasa, maka hendaklah ia menyempurnakan sisa harinya".

"Kami setelah kejadian itu senantiasa berpuasa, demikian juga dengan anak anak kecil kami. Kamipun pergi ke masjid. Kami membuatka mainan kepada anak anak kami. Sehingga ketika salah seorang dari mereka menangis karena ingin makan, maka kami memberikan mainan itu kepadanya sampai tiba waktu berbuka" (HR.Bukhari dan Muslim).
   
Begitulah para orangtua semasa Rasulullah memotivasi dan mensiasati bila anak anak mereka menangis minta makan. Kreatvitas orangtua dituntut di sini.

Beragam cara bisa kita lakukan dan kita orangtualah yang lebih tahu bagaimana menghadapi anak kita, yang terpenting disini tidak ada unsur pemaksaan pada diri anak karena akan berakibat sangat tidak baik. Bisa jadi anak menganggap puasa adalah penderitaan yang harus dihindari hingga ada yang traumatik sehingga berbekas sampai mereka besar.
   
Cara kita melatihlah yang akan menentukan berhasil tidaknya mereka berpuasa. Kita Jangan terlalu kaku menerapka kaidah puasa ini. Kita harus bisa melihat tingkat kemampuan anak baik secara fisik dan psikis.

Tentu setiap anak akan berbeda meski usia mereka sama. Yang paling penting diperhatikan motivasi anak berpuasa akan sangat baik jika datang dari dalam diri anak. Sehingga mampu menggerakan jiwanya untuk mentaati perintah Allah. Dan tumbuh kerinduan untuk mendapat ridha Allah, berjumpa bulan Ramadhan dan mendapat keutamaan keutamaannya.
   
“Pada bulan Ramadhan ummatku diberi lima perkara yang tidak pernah diberikan kepada seorang nabipun sebelumku. Yang pertama, yaitu: Bila datang setiap awal malam Ramadhan Allah Azza wa Jalla melihat mereka. Barang siapa dilihat Allah, maka ia selamanya tidak akan di jatuhi azab. Kedua, bau mulut mereka di sore hari, disisi Allah lebih harum dari pada aroma minyak kasturi. Ketiga, para malaikat memohonkan ampun untuk mereka setiap siang dan malam. Keempat, Allah Azza wa Jalla sungguh menyuruh surga-Nya dengan Firman-Nya kepadanya: ”Bersiap siaplah dan hiasilah dirimu untuk hamba hamba-Ku. Kamu sekalian sudah dekat untuk beristirahat dari keletihan hidup di dunia dan akan kembali kekampung-Ku dan Rahmat-Ku”. Kelima, apabila ia berada di akhir setiap malam, Allah mengampuni dosa mereka semua. Lalu seorang sahabat bertanya: ”Apakah itu pada malam Lailatul Qadr, wahai Rasulullah? Sabda Nabi: Bukan! Tidaklah engkau  melihat para pekerja yang masih tetap bekerja , bukankah jika mereka itu beristirahat dari bekerjanya, maka mereka tetap diberi gaji?” (HR.Baihaqi, Ahmad dan al-Bazaar).

*) SRI LESTARI, penulis adalah pengurus PW Muslimat Hidayatullah Yogyakarta.

Sumber: Mushida

Artikel Terkait



  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar

    Next previous home