“ANAK SAYA PULANG SEKOLAH SAMBIL MENANGIS.....”

Saya percaya bahwa lingkungan sekolah dan lingkungan keluarga sama-sama memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan kepribadian dan pembentukan karakter peserta didik atau siswa. Dengan beragam latar belakang sosial, pendidikan, dan pekerjaan orang tuanya, siswa akan berbaur, beradaptasi, dan bersosialisasi dengan teman-temannya, dan tentu saja dengan gurunya, di sekolah yang menjadi rumah keduanya.

Ibarat rumah tangga superbesar dengan ratusan anak, konflik dan gesekan sangat-sangat mudah terjadi, baik antarsiswa, antara siswa dan guru, maupun antara guru dengan orang tua/wali murid. Secara prinsip, segala hal yang terjadi di sekolah adalah tanggung jawab guru. Namun, terkadang, hal-hal di luar dugaan kerapkali terjadi dimana mau tidak mau guru juga harus terlibat (atau bahkan melibatkan diri). Misalnya dalam perjalanan pulang, anak bertengkar atau bahkan berkelahi dengan temannya. Ia sampai di rumah dengan tangis yang menyayat. Ya, hati orang tua mana yang tak teriris-iris?

Bagaimana pula bila suatu hari anak pulang sekolah dengan tangisan pilu kemudian saat ditanya dia menjawab bahwa telah diperlakukan dengan tidak sopan atau bahkan kasar oleh gurunya?

Apapun yang akan orang tua lakukan, percayalah: tetap tenang dan berkepala dingin adalah kunci utamanya. Setelah anak tenang dan memungkinkan diajak berkomunikasi, cobalah gali informasi sebanyak dan sedetil mungkin. Bila perlu, tanyakan ke teman-temannya. Langkah selanjutnya, cobalah mengkomunikasikannya per telepon dengan kepala sekolah atau salah satu guru yang mudah dihubungi. Bila diperlukan, buatlah janji untuk bertemu di sekolah keesokan harinya agar lebih jelas.

Sebagai sebuah institusi, sekolah punya mekanisme dalam menangani persoalan seperti itu. Termasuk apabila memang terbukti bahwa guru melakukan tindakan yang kurang patut terhadap siswanya.

Dalam banyak hal, kualitas komunikasi antara pihak sekolah dan orang tua memegang peranan yang sangat penting. Minim atau bahkan ketiadaan komunikasi dan koordinasi tersebut bisa menyebabkan masalah yang bahkan sangat sepele sekalipun menjadi sangat liar dan seringkali tak terkendali.

Di masa lalu, saya tak pernah menduga kala niat baik dan langkah yang menurut saya sangat-sangat prosedural dalam menangani sebuah persoalan siswa berubah menjadi mimpi buruk. Ah, bukan mimpi buruk tetapi kenyataan buruk saat orang tuanya menganggap niat baik saya sebagai respon jahat dengan sangat reaktif.

Butuh waktu bagi saya untuk memulihkan trauma fisik dan psikis, termasuk sempat mempertanyakan kepada diri sendiri tentang norma dan prinsip-prinsip yang selama ini saya pegang. Pada akhirnya, dengan terus berusaha berbaik sangka kepada Allah bahwa semuanya adalah cobaan sekaligus peringatan agar saya bisa menjadi pribadi yang lebih baik, saya memilih menolak untuk menyerah. Saya memilih keluar dari cengkeraman energi negatif untuk kemudian tetap dan terus berjalan. Di tempat yang baru, saya membuka lembaran baru dengan meletakkan trauma sebagai monumen peringatan untuk lebih berhati-hati. Tak lebih.

Alhamdulillah, tak lama kemudian, saya turut serta menjadi bagian dari pembentukan Tim Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di sekolah sebagai tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nomor 82 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Bahkan kemudian saya menjadi ketua tim tersebut.

Sebagaimana tercantum dalam Prosedur Operasional Standar (POS)-nya, pencegahan  dan  penanggulangan  tindak   kekerasan  di   lingkungan sekolah dimaksudkan salah satunya untuk menumbuhkan kehidupan pergaulan yang harmonis dan kebersamaan antar peserta didik atau antara peserta didik dengan pendidik, tenaga kependidikan, dan orangtua serta masyarakat baik dalam satu satuan pendidikan maupun antarsatuan pendidikan

Sedangkan salah satu tujuannya adalah mengatur  mekanisme  pencegahan,  penanggulangan,  dan  sanksi  terhadap tindakan kekerasan di lingkungan SDN 01 Tenogo yang melibatkan anak, baik sebagai korban maupun pelaku.

Mengingat pentingnya komunikasi dan koordinasi antara guru dan orang tua/wali murid, saya kemudian mengoptimalkan segala jalur dan media, termasuk memberdayakan lembar jawab ulangan harian sebagai sarana bagi orang tua untuk menyampaikan pendapat, pesan, maupun kritik dan saran. Sebagai sebuah ihtiar, semuanya tentu berproses.

Semoga Allah Yang Maha Pemurah senantiasa meridhoi dan mempermudah segala niat baik kita. Aaamiiin.

Salam Luar Biasa!

Kawasan Selatan Pegunungan Kabupaten Pekalongan;
10 April 2019 17.35 WIB
Menjelang Magrib

25 Hari Menuju Ramadhan

#MarhabanYaRamadhan
#TebarSemangatKebaikan
#JanganTundaBerbuatBaik
#OptimisLebihManis
#BersyukurTambahMakmur

Artikel Terkait



  • Digg
  • Delicious
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • StumbleUpon
  • Technorati
  • 0 komentar:

    Posting Komentar

    Terima kasih telah berkenan berkunjung dan meninggalkan jejak komentar

    Next previous home